Armageddon
Masyarakat sekarang merasa bahwa kematian
akibat batu luar angkasa bukanlah mustahil. Sadar akan kemungkinan
adanya kerusuhan dan kerusakan jika benar bumi tiba-tiba dihantam batu
luar angkasa, Hollywood langsung mengeksplotasinya dengan meluncurkan
dua film besar tentang bencana: Deep Impact dan Armageddon. Film ini
dari awal sudah sulit dicerna pikiran ilmiah: bagaimana mungkin asteroid
sebesar Texas yang menuju tepat ke arah Bumi baru terdeteksi ketika
jaraknya sudah sangat dekat dengan Bumi? Asteroid sudah terlanjur menuju
Bumi, dan solusi yang dipilih adalah menanam bom di asteroid. Tentu ini
dipilih agar dapat memasukkan karakter-karakter “seperti kita”.
Hollywood senang menjadikan tokoh utama sebuah film adalah orang biasa.
Sayangnya, solusi yang dipilih untuk meledakkan asteroid sama sekali
bukan solusi cerdas. Solusi ini hanya akan memecah asteroid menjadi
beberapa kepingan yang pada gilirannya tetap jatuh lebih sporadis lagi.
Alternatif yang lebih baik di dunia nyata adalah mengirim robot nano ke
permukaan asteroid dan memakan asteroid ini sehingga habis menjadi debu.
Hal ini tentu skenario masa depan. Jika asteroidnya datang di masa
kini, kita tampaknya harus menanam bukan bom, tetapi roket, untuk
mendorong asteorid ke luar dari jalurnya menuju Bumi. Cara lain adalah
meningkatkan kecemerlangan asteroid, yaitu mengecat permukaannya menjadi
putih, sehingga mendapatkan tekanan dari matahari lebih banyak, cukup
untuk membelokkan asteroid ini dari jalurnya. Cahaya memiliki sifat
partikel (selain gelombang) sehingga ketika menghantam suatu materi, ia
akan memberikan sebuah tumbukan kecil. Di masa kini, kita telah memiliki
persiapan bertahun-tahun sebelum asteroid datang karena teknologi kita
telah mampu mengawasi lingkungan sekitar Bumi hingga jauh melebihi sabuk
Asteroid.
Avatar
Menurut Hollywood, cucu dari cicit dari
cicit anda akan mendapat banyak uang sebagai operator bulldozer di satu
planet yang jauh di masa depan. Perusahaan besar dari Bumi tampaknya
berpikir kalau tidak akan ada yang keberatan dengan penggalian bahan
dari sebuah bulan. Penduduk asli yang ramah namun tidak menguasai
teknologi maju, tidak antusias dengan gagasan eksploitasi industri di
negerinya. Di dunia baru ini ada batuan-batuan besar yang mengambang
seperti balon udara. Bagaimana bisa batuan besar ini mengambang? Menurut
pembuat film, sebuah fenomena tidal gravitasi menyebabkan beberapa
bagian dari planet ini terpecah-pecah (seperti halnya bulan terpecah
dari Bumi). Bagian terpecah ini sebagian mengandung unobtainium, yang
bahkan pada suhu ruang bersifat superkonduktor – sebuah bahan yang
berbeda dengan tembaga dalam kabel, dapat menghantarkan listrik tanpa
rugi-rugi. Medan magnet Pandora yang kuat membangun arus listrik dalam
bahan konduktor sempurna ini, menyebabkannya menjadi bersifat magnet dan
menolak dirinya dari tanah. Oke, hal ini cukup masuk akal. Masalahnya
bukan hal itu, tetapi mengenai hambatan yang membedakan semua film opera
antariksa dengan dunia nyata, masalah bahan bakar. Sayangnya, energi
yang dibutuhkan bahkan untuk roket kecil bergerak dari Bumi menuju Alpha
Centauri dengan waktu tempuh kurang dari sepuluh tahun akan
menghabiskan semua energi yang digunakan setiap mobil, bis, pesawat, dan
truk sejak penemuan mesin bakar internal. Dengan kata lain, bahkan
tanpa Na’vi pun, perusahaan pertambangan tersebut tidak akan mampu
membayar biaya pengiriman barang ke Bumi.
Film-film tentang Alien
Ada banyak film tentang Alien telah
diproduksi dan diputar. Film tentang alien baru populer pasca Perang
Dunia II, ketika perkembangan teknologi roket begitu cepat dan memberi
kesan kalau kita akan segera dapat berkunjung ke Bulan, Mars, dan lebih
jauh lagi. Bagi masyarakat umum, trend ini akan berlanjut pula di masa
depan dan anak cucu kita suatu saat akan mengunjungi dunia lain sama
biasanya dengan kita berkunjung ke rumah saudara. Jika memang kita dapat
melakukan ini, kenapa tidak peradaban alien lainnya? Antariksa pada
gilirannya, bahkan sekarang, dipenuhi dengan para geng motor alien.
Masalahnya, film-film Alien sering menampilkan alien dengan level
teknologi setara manusia. Hal ini hampir mustahil. Jika kita bisa
membuat kontak dengan alien yang sesungguhnya, kebudayaan mereka akan
ribuan, jutaan, atau miliaran tahun lebih maju dari kita. Invasi alien
terhadap bumi akan ibarat serangan gajah pada seekor semut.
Ice Age: The Dawn of the Dinosaurs
Kita menyukai dinosaurus, bukan karena
mereka lucu, namun karena mereka tidak lucu (kecuali Barney). Namun
dalam film Ice Age, Dawn of Dinosaurs, beberapa ratus tahun kerja keras
ahli paleontologi dibuang ke jendela sehingga mamalia biasa dapat
berhadapan dengan leluhurnya yang mirip kadal. Walaupun tidak terlihat
dalam film, film-film Ice Age sebelumnya cukup relevan dengan
pengetahuan kita: leluhur manusia kita sibuk memburu gajah-gajah
kegemukan ini, dan banyak yang membuat mereka punah. Tetapi, dalam film
ini, dinosaurus yang telah punah sekitar 65 juta tahun sebelumnya,
ternyata masih hidup. Agar tidak terlalu kelihatan bertentangan dengan
sains, pembuat film menyebutkan kalau para dinosaurus ini tersembunyi di
bawah tanah. Masalahnya, apa yang mereka makan, selain diri mereka satu
sama lain? Bagaimana tanaman bisa tumbuh tanpa mendapat sinar matahari?
Lebih jauh, ruang bawah tanah ini pastilah sangat besar, ada banyak
hewan besar, dan hewan besar ini butuh ruang gerak yang besar pula.
Memang ada dinosaurus di bawah tanah sekarang, tetapi mereka semua
tulang belulang, dan tidak banyak bergerak.
The Day the Earth Stood Still
Tahun 2008, film adaptasi dari film 1951
ini, menggantikan senjata atom dalam skenario klasik dengan kerusakan
yang lebih relevan dengan masa kini – kerusakan lingkungan. Alien
bernama Klaatu berusaha menghapus manusia karena merusak planet ini.
Untungnya, beberapa saat sebelum kehancuran, Klaatu bertemu dengan salah
satu dari banyak ilmuan yang baik dan ramah lalu membatalkan
perusakannya. Klaatu jelas bukan bagian dari peradaban Star Trek yang
melarang ikut campur dengan masyarakat kelas rendah (seperti kita).
Tetapi, seperti telah kita pelajari dari sejarah sains, manusia tidaklah
begitu penting. Lebih masuk akal kalau Klaatu tidak peduli dengan kita
dan membiarkan kita merusak diri kita sendiri.
War of the Worlds
Tahun 1898, novelis HG Wells membuat sebuah cerita invasi
klasik yang sejak itu dibuat ulang untuk radio, televisi, dan dua buah
film beranggaran besar. Dalam film, walaupun alien ini telah terkubur
selama satu juta tahun, dalam satu momen mereka langsung menyala dan
bekerja. Seperti biasa, militer tidak mampu berbuat apa-apa. Namun, para
alien menjadi sakit dan akhirnya mati – bukan karena militer, tapi oleh
mikroba. Hal ini konyol, kecuali mereka belum menemukan teori
evolusi. Tentu ada sebuah persiapan terhadap adaptasi lingkungan
hidup di bumi dan termasuklah mempelajari mikrobanya. Lebih jauh, ini
berarti para alien memiliki sistem biokimia
yang sama dengan kita, yang berarti mereka juga satu jalur evolusi
dengan manusia! Wells menempatkan asal alien tersebut dari Mars dan
pembuat film tahu kalau Mars ternyata tidak berpenghuni alien cerdas,
sehingga tidak diceritakan dari mana alien ini. Tetapi, jika memang
alien dari film Ward of the Worlds datang dari Mars dan tewas karena
mikroba, ironisnya, di dunia nyata, alien dari Mars itu sendiri adalah
mikroba.
SUMBER