Biasanya pada sebuah toko dijual beberapa barang untuk kebutuhan
manusia. Namun, bisakah Anda bayangkan jika ada sebuah toko yang menjual
manusia?
Sebuah toko di sebuah pusat perbelanjaan di Tel Aviv, Israel,
belakangan menjadi pusat perhatian. Tentu saja, "barang" yang dijual
di toko itulah yang menarik orang ingin tahu. Toko itu tidak menjual
sembarang barang. "Di depan pintu toko tersebut dengan jelas
terpampang sebuah tulisan yang pastinya membuat orang tertegun dan
ingin tahu. "Dijual Perempuan," begitulah tanda yang tertulis dengan
huruf kapital latin di depan pintu toko itu.
Sebagaimana pengumuman yang terpampang di pintu toko itu, maka Anda
tidak akan menemukan barang lain di dalamnya selain perempuan. Toko itu
berdiri di antara toko pakaian, toko buku/ komik, kios tato, dan
beragam toko lainnya. Selayaknya toko yang memajang barangnya di
etalase, toko penjual perempuan itu pun demikian juga. Para perempuan
berbusana seksi dan ketat yang tentu saja menggoda iman para pria yang
lalu lalang terpampang dengan jelas di etalase toko.
Dan, karena mereka makhluk hidup, tiap kali ada pria yang kadang iseng
menggoda, mata mereka pun mengedip genit. Namun, tak semua perempuan
yang dipajang di toko itu berdandan menor dan cantik. Di antaranya ada
perempuan bermuka lebam seperti korban kekerasan. Para perempuan
tersebut kerap kali berteriak seperti orang kesakitan. Mereka juga
sering merintih seperti habis disiksa.
Rintihan dan teriakan mereka membuat orang yang melihatnya menjadi iba
dan prihatin. Beberapa perempuan yang dipajang juga menampilkan umur,
berat badan, tinggi, ukuran bra, dan negara asal yang ditulis di papan
berukuran kecil. Jika dilihat sekilas, toko itu seperti tempat
prostitusi. Mereka juga tidak segan berpose seksi layaknya model
majalah pria dewasa. Tapi, jangan disangka jika toko itu benar-benar
menjual perempuan.
Toko itu dibuka sebagai media kampanye anti pelacuran dan perdagangan
manusia (human trafficking) yang dilakukan oleh organisasi yang peduli
dengan perdagangan manusia. Perempuan-perempuan yang dipajang di
etalase toko itu adalah para sukarelawan. Toko itu bertujuan
mengumpulkan tanda tangan dari masyarakat untuk menekan Kementerian
Kehakiman Israel agar mendukung pemberlakuan hukum kejahatan bagi pria
yang pergi ke tempat prostitusi.
Menurut satu pelopor gerakan, Ori Keidar, peraturan itu dibutuhkan
untuk menghentikan perdagangan perempuan di Israel. "Menurunnya
konsumen prostitusi membuat kebutuhan perempuan untuk prostitusi
anjlok sehingga organisasi penyelundup perempuan kehilangan mata
pencarian," ujarnya seperti dikutip CNN. Keider mengatakan, Swedia
sudah memberlakukan peraturan yang sama. "Terbukti menurunkan tingkat
prostitusi terutama yang terkait dengan organisasi kejahatan," kata
Keidar.
Selama satu dekade terakhir 10. 000 perempuan diseludupkan ke Israel.
Keidar menyebut kondisi itu sebagai perbudakan masa modern.
Perempuan-perempuan itu dipenjara, disiksa, diperkosa, dan dibiarkan
kelaparan. "Mereka dipaksa melayani 15 sampai 30 orang setiap hari, 365
hari setahun," kata Keidar yang berprofesi sebagai pengacara. Sejak
tiga tahun lalu polisi Israel gencar memerangi perdagangan perempuan
dengan langsung merazia tempat-tempat hiburan malam.
Pasukan Israel juga meningkatkan patroli di perbatasan Mesir-Israel
untuk mencegah penyelundupan perempuan. Menurut Keidar, perbatasan
sepanjang 300 km tersebut adalah rute utama penyelundupan perempuan ke
Israel. "Aturan yang melarang pria pergi ke tempat prostitusi bakal
mengurangi perdagangan perempuan dan menekan bisnis tersebut sehingga
kita bakal memastikan bahwa hal itu tidak ada lagi di Israel.
SUMBER